Musik Underground
Zionisme telah menyiapkan senjata baru untuk penghancuran umat Islam melalui seni. Dunia Underground ternyata cukup efektif menjadi wadah penghancuran generasi muda islam di Indonesia. Lalu apa tujuannya? Jika setiap elemen di Indonesia sudah tersusupi pemikiran Zionisme maka sungguh yang terjadi adalah perpecahan umat Islam. Mulai dari isu liberalism, Ahmadiyah serta aliran sesat lainnya. Kaderisasi Zionisme paling manjur di Indonesia salah satunya adalah merusak generasi muda Islam. Kenapa generasi muda? Karena jika anda ingin menghancurkan sebuah Negara dan peradaban maka hancurkan dulu generasi mudanya karena ditangan merekalah kepemimpinan akan beralih di masa depan.
Begitulah
faktanya, betapa Zionisme sudah sangat menyusup ke pemikiran generasi
muda Indonesia. Melalui kultur Underground kita dapat melihat ada
begitu banyak generasi muda Islam makin terjauhkan dari pemahaman
mereka tentang Islam.
Di
Indonesia sendiri, musik Underground bukanlah barang baru. Musik Punk,
Skinhead, Metal dengan berbagai macam alirannya dari Grindcore hingga
Brutal Death bahkan Hip-hop dan Pop kultur sendiri sudah mewabah
seperti kacang goreng. Di negeri mayoritas muslim ini, gaya hidup
para musisi Underground tidak sedikit yang memperlakukan idealis mereka
tersebut lebih tinggi dari keyakinan Islamnya, bahkan cenderung malah
mengkritisi Islam.
Musik
Underground, mendengar kalimat ini tentunya membuat banyak orang jadi
mengidentikannya dengan dunia musik hingar bingar yang asing untuk
telinga awam. Mulai dentuman distorsi yang ingin memecahkan telinga
hingga pemikiran-pemikiran idealis para penghuni jagad raya dunia musik
anti kemapanan ini.
Underground sendiri adalah kontra kultur yang hadir sebagai perlawanan terhadap kebosanan hidup dan kemapanan yang hipokrit.
Setidaknya begitulah kata mereka para penghuni jagad Underground ini.
Gambar tangan di poster-poster bukan tidak bermakna, tapi ini adalah
salah satu simbol penggambaran SATANIC (pengikut SETAN) yang menjadi
salah satu ritual masyarakat Zionisme.
Simbol tangan setan adalah salah satu kode dari jaringan Zionisme yaitu Illuminati. Dan kini mereka sudah banyak memprovokasi anak muda Islam di indonesia dengan musik musik Underground. Kode-kode tangan bertanduk yang sering di gunakan anak muda pecinta musik ternyata secara tidak sadar sudah membawa banyak generasi islam kepada kesesatan. Dan bahkan ini sudah menjadi budaya yang mewabah hingga ke dunia musik komersial. Padahal tangan ini adalah simbol loyalitas bagi para pengikut agama Qabbalah yang menjadi keyakinan Zionisme dan bertuhankan SATAN.
Sungguh
kawan-kawan, dibalik pertempuran kita melawan konspirasi barat yang
tak henti-hentinya menyerang Islam melalui liberalisme, aliran sesat,
demokrasi barat, underground bukan tidak mungkin akan menjadi salah
satu senjata Zionis paling ampuh untuk menyerang Islam kelak suatu
ketika para pemuda Islam yang tidak tahu apa apa terlanjur tertipu
dengan iming-iming kebebasan semu dari tatanan semu bernama UNDERGROUND
ini.
Maksud Firman Allah Ta’ala:
“Orang-orang
Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepadamu hingga kamu mengikuti
agama mereka. Katakanlah: “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk
(yang sebenarnya)”. Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka
setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi
pelindung dan penolong bagimu.” [Qs. Al-Baqarah : 120]. Source: undergrounders.wordpress.com (atikel setelah diedit)
Bagaimana Dengan ‘METALISLAM’ Group Musik Underground Yang Islami
Jangan ngaku metal kalau nggak shalat. Ketika Islam berfungsi sebagai kendali, banyak anak metal di komunitas underground menjemput hidayah. Mereka tidak menolak modernisasi, tapi menjegal westernisasi. Ada komitmen yang dibangun:
No Drugs, No Alcohol, No Violence dan No Free sex. Just Metal
Menjelang
malam, anak-anak metal itu sudah berkumpul di pelataran Gedung Rossi
Musik di Jalan Fatmawati No. 30, Jakarta Selatan untuk menyaksikan
pagelaran musik sekaligus penggalangan dana untuk Palestina. Konser
musik yang bertajuk ”Urban Garage Festival” itu diorganize oleh
Berandalan Puritan dan Mogers Infantry.
Saat
menanti band kesayangan mereka, azan Maghrib berkumandang, sebagian
dari mereka berbondong-bondong menuju masjid, lalu segera membasuh
wajah-wajah kumel itu dengan air wudhu. Sabili turut menyaksikan,
anak-anak metal tengah merapikan shaftnya untuk shalat berjamaah.
”Sebagian dari mereka, anak-anak Mogers, sebuah komunitas fans band
metal legendaris Purgatory,” kata salah seorang komunitas underground.
Performance
mereka memang eksentrik dan tampak cuek. Sekilas, seperti individu
yang tak mau tahu dengan urusan agama. Tapi, lihatlah paradigma baru
anak Metal hari ini. Mereka mulai bangga menunjukkan jatidirinya
sebagai Muslim sejati. Jangan ngaku anak metal, kalau nggak shalat.
Jangan sok metal kalau masih suka mabok (ngedrugs) dan free sex.
”Menyedihkan banget, jika anak metal malu menunjukkan identitasnya
sebagai muslim. Karena gengsi, mau shalat saja, bilangnya mau ke depan
untuk beli rokok,” tukas Bonty, salah seorang personil Purgatory.
Tak
dipungkiri band metal lahir dari peradaban Barat yang bobrok.
Peradaban itu memengaruhi jiwa anak-anak muda yang gelap. Mereka larut
menjadi individu yang bingung menatap masa depan, tertipu oleh
propaganda sesat kaum laknat, hingga menjadi pemuja setan, syahwat,
anti kemapanan, bahkan mengabaikan Tuhan. Ketika hidayah Islam datang,
pondasi itu terguncang. Anak-anak Metal yang terlahir sebagai Muslim,
mulai menyadari, bahwa mereka secara kultur dan karakter sudah
dijadikan ’hamba-hamba sahaya’ yang terjajah. Eksistensi tumbuh, ketika
Islam menjadi ideologi, kesadaran baru dan amaliyah mereka.
Adalah
Tengkorak dan Purgatory, dua kelompok band metal paling senior dan
legendaris di kalangan underground, tampil sebagai pendobrak yang
mengguncang ideologi band cadas keluar dari pakemnya, yakni dengan
menjadikan Islam sebagai nafas hidup mereka. Eksistensi ”sang legend”
sebagai agen perubahan menginspirasi generasi metal selanjutnya. Sebut
saja seperti The Roots of Madinah, Punk Muslim, AfterMath, Keep it True, Stranded, Qishash, Salameh Hamzah, dan Barat Hijau Indonesia.
Kesatuan
visi inilah yang mempersaudarakan mereka sebagai komunitas yang unik
dan berbeda. Dari sinilah tercetus “Urban Garage Festival”, semacam
forum mereka untuk berkumpul dan berkreasi, bahkan berdakwah dengan
pendekatan yang mereka pahami. Dalam kapasitas itu, mereka tak sekadar
tampil sebagai musisi beraliran cadas, melainkan juga sebagai dai.
Teman-teman
aktivis harokah mungkin merasa aneh dengan fenomena baru ini. Namun,
bagi yang belum mengenal komunitas ini dari dekat, jangan su’udzan
dulu, apalagi melempar tuduhan anak metal melecehkan Islam. Sedikit
yang tahu, bahwa anak metal pun berdakwah. Komunitas metal ini memang
berbeda dengan komunitas metal yang lain. Mereka berniat untuk
membentuk genre baru ke arah yang lebih Islami. Pertanyaan pun muncul,
ini kebangkitan atau degradasi? Kok Muslim ”bermetal-metal ria”?
Wawan,
vokalis Aftermath, pernah berkonsultasi dengan rekan seniornya seputar
stigma buruk yang dilekatkan pada musisi metal muslim. ”Setelah
berkonsultasi, saya mendapat jawaban, bahwa segala sesuatu bergantung
niatnya. Saya melihat fenomena ini sangat positif. Apakah salah kalau
kami mendekati ajaran-ajaran yang mendekati sang Khalik ke arah yang
lebih Islami melalui musik? Saya sendiri lahir dari keluarga Muslim,”
ungkap Wawan yang juga seorang enginer.
Berangkat
sebagai musisi, Wawan mengakui, sebatas inilah kontribusi yang bisa ia
berikan untuk sementara waktu. ”Jika hari ini kami memperjuangkan
Islam dengan mick dan gitar, kelak kami akan berjihad di jalan Allah
dengan pedang dan senjata. Inilah cara kami memberi makan kepada jiwa
ini melalui musik. Sebagai Muslim, tentu kami memimpikan tatanan dunia
baru, di bawah kepemimpinan Islam dan khilafah,” ujar Wawan
bersemangat.
Menurut
penggagas Urban Garage Festival, Thufail al Ghifari, yang juga vokalis
The Roots of Madinah, kegiatan bermusik ini ingin membangun sebuah
kontra-kultur untuk membuktikan, bahwa di komunitas ini ruangnya
positif, band-bandnya pun bicara atas dasar Islam. ”Kita berangkat dari
seorang Muslim yang punya visi untuk membangun komunitas musisi metal
yang jauh dari drugs, alcohol, dan free sex. Inilah niat dan tujuan
kami. Kita ingin mengembalikan identitas Indonesia atau ketimuran.
Jangan berlagak Amrik. Kita Metal, tapi ada filter, tidak sampai
tercerabut ketimuran kita sebagai jatidiri.”
Metal pun Berdakwah
Ingin
tahu, pendekatan dan model dakwah yang dilakukan komunitas metal yang
satu ini? Hasil pengamatan Sabili di sarang underground, komunitas ini
memang berbeda. Dalam hal performance, kaos-kaos distro yang mereka
yang kenakan, terutama beberapa vokalis-nya, justru menunjukkan
militansi dengan identitas keislamannya. Misalnya saja, kata Allahu
Akbar (dalam bahasa Arab) pada kaos mereka. Pekikan Allahu Akbar
mewarnai ”Urban Garage Festival” malam itu.
Lirik-lirik
yang mereka muntahkan lewat musik cadas ini sebagian besar mengecam
sikap barbar Barat dan zionis Israel terhadap umat Islam di Palestina
dan dunia Islam. Satu hal, mereka sangat membenci kemunafikan. Beberapa
lirik mereka, ada yang terkesan ”utopia”, sebuah kerinduan tentang
khilafah.
Juga
lihatlah teaterikal yang diperlihatkan personil Purgatory dengan
topeng ”monsternya” di atas panggung. Band metal mana yang melafadzkan
kalimah syahadat, selain yang satu ini. Asyhadualla, ilaaha illallah. Wa Asyhadu anna Muhammadarrasulullah.
Nyeleneh? Tidak. Mereka tidak sedang melecehkan Islam. Inilah cara
dakwah dan syiar Islam yang mereka pahami. Bukan hanya syahadat, mereka
mengajak fans yang hadir untuk bersholawat. [artikel dikutip dari situs kaskus/ Tengkorak & Purgatory]
0 komentar:
Posting Komentar